Memang banyak orang selalu berharap bisa menemukan orang yang cocok dan selanjutnya menjalani pernikahan. Namun kenyataannya, apa yang diimpikan dalam sebuah pernikahan terkadang jauh dari harapan. Seperti pada kisah pernikahan berikut ini

Seorang wanita bercerita. Aku dan suamiku dijodohkan orang tuaku dan bisa dibilang aku menikah terlalu cepat. Kami saling mengenal 2 bulan saja sebelum menikah.

Sebenarnya dia punya tampang yang lumayan, tingginya juga oke. Saat aku bertemu dia, kami dengan cepat langsung jatuh cinta. Kami seumur, namun temannya tidak banyak apa lagi pekerjaannya juga memang sangat berbeda, dia seorang dokter kandungan.

Sebelum menikah kami juga sering chatting dan telepon, kadang makan atau menonton bioskop sepulang kerja. Meski dia orangnya nggak banyak ngomong, tapi dia sangat perhatian dan aku sangat tersentuh olehnya, aku pun jatuh cinta padanya.

Di hari pernikahan kami, semua orang mengucapkan selamat dan mendoakan agar kami bahagia. Aku benar-benar merasa sangat beruntung saat itu.

Namun saat malam pertama, dia malah bersikap sangat dingin padaku. Aku pikir dia yang begitu perhatian tentu akan sangat romantis. Aku mencoba bertanya padanya, tapi dia cuman menjawab, “Aku capek, aku juga nggak tertarik sama yang begitu, aku sering ketemu kalau kerja.”

Aku sangat kaget mendengar jawabannya. Akhirnya malam pertama kami lalui dengan tidur masing masing. Namun sebelum tidur aku bertanya lagi, "Kalau gitu kenapa kamu mau menjalin hubungan bahkan menikahiku?
Dia dengan dingin menjawab, “Keluargaku pengen aku cepat-cepat menikah. Hal ini bikin aku pusing dan stress.”

Akhirnya terungkap ternyata aku cuman jadi orang yang memenuhi keinginan orang tuanya saja? Aku tidur dalam keadaan sedih dan marah dan gak bisa apa-apa malam itu.

Keesokan harinya, ia menonton televisi sampai jam 12 malam kemudian naik ke atas ranjang untuk main handphonenya. Sedikit pun dia tidak berbicara atau melihatku, hatiku juga sudah mati dan jelas kalau pria ini sedikit pun juga tidak mencintaiku.

Aku sudah memikirkan banyak alasan untuk bercerai. Aku benar-benar ingin ribut dengannya hari itu, tapi aku tahu itu nggak ada gunanya. Aku masih benar-benar berharap dia bisa menyatakan cintanya sama aku.

Di hari ketiga, dia mengatakan kalau mau mengajakku bulan madu, tapi aku tolak. Aku bilang kita sama sekali nggak ada perasaan apa-apa, mau bulan madu gimana? Ternyata dia marah dan pergi keluar kamar tidur di sofa. Mertuaku yang tinggal serumah dengan kami jadi ikut bingung, bahkan aku mendengar mertuaku menjelekkanku di luar kamar.

Aku lalu membereskan barangku dan pulang ke rumah. Papanya menyuruhnya mencegahku, namun suamiku sedikit pun tidak bergerak. Sampai aku mau keluar rumah, papanya baru menyuruhnya mengejarku.Tapi mamanya malahan berkata, “Buat apa dikejar, biar aja dia pergi nggak usah balik lagi.”
Malam itu aku cuman bisa menangis sambil berjalan pulang.

Di hari keempat, kami pun bercerai. Sejak keluar dari rumahnya hari itu, aku sudah sangat lega. Aku pikir, walaupun nggak ada cowok yang cinta sama aku, setidaknya aku bisa mencintai diriku sendiri. Wanita, tidak perlu menikah hanya demi “menikah”, atau akan menyesal di kemudian hari

Setelah waktu berjalan 3 bulan, aku mendengar dia dijodohkan dengan banyak wanita lain, tapi tidak ada yang cocok. Dan yang anehnya, dia bahkan mulai berusaha mendekatiku lagi dan meminta maaf. Dia membelikanku bunga dan hadiah, bahkan mengatakan ingin rujuk kembali.Tapi kali ini aku dengan berani menolaknya

Mamaku pun mengatakan kalau dia benar-benar berubah, sudah sepantasnya aku memberikan dia satu kali lagi kesempatan, tapi aku gimana menyetujui diriku melakukan hal itu? Apa aku memang harus memberikan kesempatan lagi?

Nah, bagaimana menurut sahabat semua? Bila ada pendapat atau masukan silakan tulis di kolom komentar ya. Jangan lupa berikan like & share juga lalu klik ikuti bila menyukai postingan ini. Terima kasih.
Sumber: storiesoflife.today